Kamis, 16 November 2017

Kisah Dibalik SAR Argopuro

Awal tahun 2006, sepulang mini season dari Lampung, saya mendapat tugas untuk berangkat dalam operasi SAR Argopuro. Waktu itu beberapa orang Anggota Mahitala Unpar mengabarkan terkait salah seorang anggotanya yang tak kunjung pulang dari Gunung Argopuro.
Belakangan diketahui bahwa namanya adalah Vincenccius, sebelumnya dia ikut dalam mini sesoan yang diselenggarakan oleh seangkatan saya di Wanadri, namun ditengah perjalanan Vincen memutuskan untuk berpisah ditemanai salah seorang teman dari Unpar juga, mereka berdua memutuskan untuk mendaki Gunung Argopuro, setibanya di Pos Jaga, mereka sempat dilarang sebab cuaca sedang tidak bersahabat, kalau tidak salah waktu itu bertepatan dengan terjadinya banjir bandang Jember. Namun setelah berdiskusi Vincen mendapat ijin mendaki, namun waktu itu dia mendaki sendiri sedangkan......memutuskan untuk kembali.
Setelah beberapa hari dari jadwal yang seharusnya sudah kembali, Vincen tak ada kabar, sehingga Mahitala Unpar memutuskan untuk mengirim tim pendahulu (prelemenary mode) yang ditugaskan untuk mengumpulkan data informasi dan menghimpun unsur-unsur sar dilokasi kejadian. Singkat cerita, akhirnya saya ditugaskan untuk tergabung dalam operasi sar tersebut. Saya akan berbagi kisah-kisah yang saya alami sebagai gambaran dalam operasi sar yang bisa dijadikan pelajaran untuk kemajuan oerasi sar gunung hutan di Indonesia.
Data & Informasi
Sewaktu mau berangkat, saya sangat minim dengan data dan informasi dan sangat minim pengalaman, maklum masih anggota muda wanadri, maennya cuman di sekitaran Bandung, waktu itu juga mencari data diinternet tidak semudah seperti sekarang. Sebenarnya sih saya juga waktu itu belum ngerti pakai internet jadi data dikumpulkan dari laporan perjalanan wanadri dan tanya-tanya sama senior yang pernah kesana....Jadi sebisa mungkin lengkapi diri dengan data dan informasi, sebab untuk saat ini peta saja mungkin tidak cukup, karena perkembangan jalur dan perubahan demografi yang meningkat.
Memasang SSB
Salah satu yang menjadi kewajiban anggota Wanadri saat ditugaskan operasi sar adalah kemampuan membangun radio komunikasi, waktu itu kami dibekali SSB yang harus terus tersambung stiap harinya, jadi setibanya di Taman Hidup, yang lain sudah sibuk mendirikan tenda dan masak, saya masih berkutat naik pohon untuk pasang antena dan mencoba kontak ke Wisky Bravo alias Wandri Bandung. Sebenarnya waktu itu sudah ada Ponsat, namun masih terbatas dan membutuhkan biaya yang mahal, jadi sebisa mungkin menekan anggaran menggunakan SSB.
Setibanya di Cisentor, sikring radio putus, dan kami tidak membawa cadangan serta toolskit lainnya, sehingga waktu itu sempat bingung sekaligus takut kena semprot, beruntung disurvival kit ada penitik, jadi sikringnya diganti penitik, walhasil radio kembali berfungsi namun dibawah ancaman jika terjadi konslet maka radio akan jebol.
Intinya apapun alat yang digunakan harus selalu sedia perangkat cadangannya dan tahu untuk memperbaikinya.
Menentukan Lokasi Buang Hajat
Untuk kegiatan operasi SAR yang mengharuskan membangun base camp sebagai induk pengaturan pasukan, maka harus disepakati terkait campsite, lokasi buang hajat serta lokasi mengambil air, jika diperlukan pembuatan regu kamp yang didalamnya ditugaskan untuk memsak, mengambil air, mencari kayu dan merapihkan pendukungan operasi sar seperti alat-alat dan perbekalan.
Kenapa kita harus menentukan lokasi buang hajat? sebab jika kita berdiam dilokasi satu tempat dengan waktu yang lama dan jumlah orang yang banyak, maka akan menghasilkan kotoran yang banyak pula, sehingga jika tidak diatur akan merugikan orang lain. Kebayang kan jika pas kebelet terus kita menggali ternyata menggali bekas orang,pasti menjijikan. Dan yang penting adalah masalah kesehatan, agar campsite tidak semeriwing bau dan tidak menimbulkan penyakit maka kita harus menentukan lokasi buang hajat agak jauh dan mengharuskan untuk ditimbun serta dikasih tanda sesuai kesepakatan.
Menggigil Dimalam Hari
Karena masih anggota muda, saya masih keterbatasan dengan peralatan, apalagi waktu itu di wanadri masih santer mengharuskan AMW untuk tidak menggunakan sleeping bag dengan tujuan berlatih agar terpacu untuk membuat api unggun. walhasil saat pergi ke Argopuro saya pun hanya membawa sarung bag (dua sarung disatukan dengan dijahit), kami juga tidak membawa tenda dengan alasan agar daya angkut bisa dialihkan ke perbekalan, sehingga kami hanya membawa flysheet saja. Hampir selama 2 minggu setiap malam saya menggigil kedinginan, meskipun api unggun sudah menyala dengan besar tetap saja dingin, karena cuaca sedang ektrim, hujan dan angin besar sehingga panas dari api seakan tidak berpengaruh. Yang parahnya lagi 2 senior kami yang membawa sleeping bag ga mau tidur dipinggir, mereka selalu tidur ditengah dan selalu mencandai kami dengan ucaan " itu mah masalah maneh, lain masalah urang, matakna ilmu PALBAL teh dipake atuh".
Jika kita mendapat tugas operasi sar maka sudah semestinya kita siap dengan eralatan individu dan siap untuk menolong bukan malah ditolong. Walaupun pada akhirnya saya ditolong oleh senior saya yang pulang lebih dulu dan mendapat jadwal roling.
Tujuh Batu
Saya bersama tim Wanadri mendapatkan tugas flying camp ke Gunung Yang dan sekitarnya, dalam perencanaan kami akan melakukan flying camp selama 5 hari, di akhir-akhir kami kehabisan bekal, akhirnya memutuskan berkomunikasi dengan OSC Cisentor, kami melaporkan hasil flying camp dan kondisi tim, diantara yang kami laporkan kami kehabisan bekal dan dari lokasi terakhir kami tidak mungkin untuk langsung kembali ke cisentor, sehingga kami minta didorong logistik dan air di pertigaan Argopuro dan Rengganis, Tim Cisentor bertanya, teknis penyimanannya seperti apa? saya menjawab simpan dan timbun pas dipertiagaan jalan dengan ditandai 7 batu, Tim Cisentor un menjawab Ok. Ditengah bayang-bayang angin yang besar kami tersus berjalan agar tiba di pertigaan, angin yang kencang saat itu tidak disertai hujan sehingga kami sangat mengandalkan dari Tim Cisentor, sebab kami kembali dari jalur yang tidak ada air, daaaan setibanya di pertigaan kami langsung bergegas mencari 7 batu, setelah berkeliling kami pun menemukan 7 batu, dengan girang kami un langsung menghampiri dengan bayangan mendapatkan makanan dan air. namun apa yang terjadi, saat kami menyingkirkan 7 batu tak ada bekas galian sedikitpun, dan saya pun kembali kontak ke Cisentor dengan harus naik ke Gunung rengganis terlebih dahulu, ketika dikontak ternyata tim yang diberangkatkan tidak membawakan makanan dan air hanya memasang tanda saja, padahal sudah mendapatkan tugas dari OSC......Zonk sodara.....hehehe, tim Cisentor pun mengijinkan kami memakan dan meminum air yang dipasang di stringline jika sudah masuk emergency.
Operasi sar akan berjalan dengan baik jika kita mampu memuat sistem yang bisa mensinergikan seluruh unsur-unsur potensi sar yang ada, jadi apaun tugasnya harus dilakukan sebab kita bicara atas nama sistem bukan organisasi atau himpunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar